BARONGKO

Resep Membuat Kue Barongko

Gak sempat foto hasil sendiri…langsung ludes…sumber foto: http://www.resepmasakankhas.com/..

Kue Barongko merupakan kue tradisional nomor satu paling dicari khas Bugis Makassar. Di setiap event perkawinan maupun acara adat lainnya, kue ini wajib ada. Bikinnya susah-susah gampang dan saya beruntung bisa bikin kue ini berkat rajin nemenin mamaku almarhum setiap kali bikin kue. Adonannya gampang dibikin, yang sulit dan lama dibuat adalah bikin ‘rumah-rumah’ atau wadah untuk kuenya. Saya pun jarang membuatnya, kemarin sempat buat untuk menyambut ipar yang datang berlibur ke Makassar dan pengen makan barongko.

Kue Barongko ada 2 macam setahu saya; ada barongko pisang dan ada barongko tompong (tompong itu adalah buah didalam kelapa yang sudah sangat tua). Karena itu barongko tompong sangat jarang dibuat akibat sulit mendapatkan tompongnya itu.

IMG_7070

pisang kepok yang matangnya bagus

Bahan-bahan:

1 sisir pisang kepok yang matang

300 ml santan dari 1 buah kelapa

100 gram gula pasir

6 butir telur, kocok lepas saja

4 sdm susu kental manis

1/2 sdt vanili bubuk

1/2 sdt garam

Cara membuat:

IMG_7073

iris keempat sisinya untuk mendapatkan bagian yang mulus dari bintik-bintik. Bagian tengahnya disisihkan dan dapat dibuat gorengan atau penganan lainnya.

  1. Iris pisang, keluarkan bagian tengahnya (bagian tengahnya tidak dipakai, yang dipakai hanya bagian luar pisang yang mulus dari bintik2 pisang. seperti contoh di gambar atas
  2. Blender, lalu campurkan dengan bahan-bahan lain seperti telur, susu, gula, vanili, garam dan terakhir masukkan santan. Adonan siap diisikan ke wadah.
  3. Daun pisang dibelah untuk mendapatkan ukuran 15x25cm. 1 wadah terdiri dari 2 lembar daun pisang. Dibentuk sedemikian rupa hingga menjadi wadah khas barongko. Isikan dengan 2 sendok adonan.
  4. Lalu kukus hingga matang. rapikan kue barongko dengan menggunting bagian atas daun pisangnya
IMG_7074

adonan yang sudah siap diisi

IMG_7076

penampang daun pisang

IMG_7077

model wadah barongko

 

Advertisement

FIGHT FOR YOUR LIFE

sumber: google.com

Seorang teman cerita sama saya “itu si A cemen ya,  karena kesibukan kerjaannya sudah patah semangat untuk menyelesaikan kuliah”. Padahal tiap orang kan punya hidup yang harus diperjuangkan betapa pun susahnya. Lanjut cerita teman saya itu, “Contoh saja istri saya yang kena baby blues. Saya bilang, gaya hidupmu dengan kelahiran bayi kita sudah tidak bisa sama seperti dulu kamu masih gadis atau belum punya anak. Kamu harus berjuang sesusah apapun dan kamu harus mampu menikmati perjuangan itu”.
Saya pun sepaham dengan itu bahwa hidup itu tidak selalu mudah dan harus penuh perjuangan. Jika ingin semua (akhirnya) indah pada waktunya. Yang harus di jalani dengan penuh ketabahan dan kegigihan.Tak ada perjuangan yang tak memerlukan ketabahan dan ketabahan selalu menjadi penentu sukses tidaknya suatu perjuangan.
Berikut beberapa perjuangan saya:

Pejuang keluarga. Saya sama suami berjuang membesarkan anak dalam kondisi saya mutasi kemana mana. Nyaris tanpa ada bantuan asisten rumah tangga (ART). Awal lahiran sampai si bungsu umur 4 tahun, masih ada ART yang setia ikut sambil saya biayai kuliahnya. Begitu selesai kuliah kemudian dia dapat kerja yang bagus. Saya ikhlas saja ditinggalkan.  Beruntung suamiku punya waktu kerja flexible, kontraktor proyek pemda kecil kecilan, yang tidak melulu sibuk sepanjang tahun. Kalau saya harus dinas luar kota, gantian suamiku yang ngurusin anak. Kami berusaha supaya anakku sebisa mungkin tetap masuk sekolah. Kalaupun harus Ijin pada saat darurat saja. Anak-anakku sudah terbilang mandiri. Pernah saat papanya gak bisa ke palopo karena kerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, sementara saya juga harus keluar kota dan menginap, anak2 saya tinggal sendiri di rumah sambil ngajak temennya. Sebenarnya tetangga depan rumah dan teman kantor nawarin untuk dirumahnya saja. Tapi anak anak yang gak nyaman. Saya bolehin tapi minta tolong teman kantor n tetangga untuk waktu2 tertentu ngeliatin anak anak.

Pejuang kuliah. Saat ini saya sedang kuliah di makassar yang tempat kuliahnya selalu tidak satu kota dengan kota dimana saya bekerja. Semester 1 saya berangkat kuliah dari manado, semester 2, berangkat kuliah dari parepare, semester 3 (saat ini) berangkat kuliah dari palopo. Jarak yg harus ditempuh 800km pp jalan darat setiap akhir minggu. Kadang kadang nyetir sendiri. Capek? Tentu saja. Biaya yang keluar? Jangan ditanya. Plus nyaris tak ada waktu  bersama keluarga. Kadang- kadang pengen nyerah juga. Tapi dijalani saja. I’ve come this far. Sisa semester ini sy wajib hadir kuliah. Semester depan sisa waktu menyelesaikan thesis.

Pejuang hobi sebagai traveler. Saya selalu ditempatkan di daerah dimana bukan hub penerbangan untuk keluar negeri. Jadinya butuh biaya tambahan dan butuh waktu tambahan untuk ke hub seperti makassar, surabaya ataupun jakarta. Beruntunglah teman2 yang tinggal didaerah diatas. Trus karena saya adalah budget traveler, untuk dapat tiket murah tentu harus jauh jauh hari beli tiketnya. Cuman terKadang udah beli, bentrok sama pekerjaan yg gak bisa ditinggal. Alhasil harus berjuang menyelesaikan pekerjaan lebi cepat, membujuk atasan supaya mau mengijinkan dan kadang2 ujung-ujungnya harus beli tiket baru….ihiks…