Sumba indah banget.
Tapi masih susah sinyal. Jadi bagi kalian memutuskan jalan sendiri tanpa guide di Sumba siap siap agak keriting otak dan butuh effort untuk sampai ke tempat tujuan. Buat yang punya jiwa adventurous, ini gak akan jadi masalah karena proses perjalanannya sendiri sudah merupakan kebahagiaan sendiri.
Kami awalnya menyiapkan daftar tempat yang ingin dikunjungi yang merupakan gabungan dari info-info hasil browsing. Rupanya kata bang Ronal driver kami, ada beberapa yang sudah tidak layak dikunjungi seperti Pantai Mbawana yang ngehits dengan karang bolong tapi sekarang sudah hancur atau seperti Bukit Persaudaraan yang katanya sudah gak bagus viewnya karena view sawah dan ladang sudah gak terlalu bagus akibat hama belalang. Ada juga yang jalan aksesnya lagi rusak seperti Air Terjun Lapopu. Jadi kita ikut saran itinerary dari Bang Ronal selama di Sumba.
Day 1
– Lendongara Hills
– Ratenggaro Traditional village & Beach
– Pero Beach
– Mandorak Beach
– Waikuri Laguna (sunset)
Saking semangatnya kita minta udah jalan jam 7.30 pagi. Maksudnya biar bisa lebih santai dan lebih lama di 1 tempat, bahkan jika memungkinkan bisa nambah spot wisata. Namun rupanya cukup banyak waktu, bisa foto-foto santai, bisa tidur-tiduran di Pantai Mandorak, bisa piknik makan siang dengan bekal nasi padang yang kita beli di Pantai Pero, dan kita bisa sekitar 3 jam ada di Danau Waikuri berenang dan menikmati sunset.
Pantai Mandorak sebenarnya private beach. Tapi kita dibolehkan masuk oleh penjaganya dengan bayar 50ribu/mobil.
Yang sedikit mengganggu adalah banyaknya anak-anak yang akan menawarkan jasa foto atau to the point minta uang untuk beli buku. Kata bang Ronal, dicuekin saja ntar bubar sendiri. Namun di Waikuri, atas saran Bang Ronal pula kami nyuruh anak-anak fotoin kita. Kata bang Ronal, anak-anak disini mau mendengar dan mau belajar cara foto yang baik. Dan lumayan bagus sih foto-fotonya. Kami berdua nyuruh Toni, si rambut pirang untuk fotoin kita. Hp di kasih ke mereka, semua aktivitas kita akan di foto dan direkam. Toni ini berani banget. Bayangin aja dia berdiri di railing tangga dimana angin cukup kencang berhembus.
Di jalan ke Pantai Pero terdapat perkampungan muslim dan ada masjid cukup besar untuk shalat duhur/ashar disana.
Di Waikuri juga, kita bisa makan kelapa muda seger (10rb/kelapa) dan makan mie instan telur (10rb).
Di Desa Adat Ratenggaro, sewa kuda 50rb/orang, foto dengan kuda 25rb/orang, sewa baju adat 50rb/bh
Day 2.
– check out hotel Pasola di Tambolaka
– Waikatura
– Waikelo sawah
– Praijing Traditional Village
– Wairinding Hills
– Tana Rara Hills (Sunset)
– Check in hotel Padadita di Sumba Timur
Waikatura itu awalnya gak ada di itinerary. Bonus, kata Bang Ronald. Waikatura adalah air terjun yang ada di tengah persawahan. Jadi kita melewati pematang sawah untuk kesini. Cakep, airnya biru kehijauan dan batu-batu yang kita injak tidak licin. Dibanding Waikelo Sawah yang berada dekat situ, Spot Waikatura lebih keren.
Kita juga memilih sunset di Tana Rara Hills dibanding di Wairinding. Biar gak terlalu banyak orang katanya. Sayang sunsetnya tertutup awan dan mendung. Tapi tetap spot ini keren banget.
Di Waingapu kita nginapnya di Hotel Padadita. Hotel ini proper banget dengan harga 425rb/malam. Tempat sarapan luas dan makanan cukup bervariasi. Kolam renangnya di pinggir pantai dan lumayan baguslah. Cuman hotel ini gak ada liftnya. Jadi kalo mau nginap upayakan di lt 2 biar gak terlalu beban naik turunnya. Tapi gak apa apa juga kan sekalian olahraga.
Day 3.
– Pusat oleh-oleh Tenun ikat Sumba
– Savana Purukambera
– Tanggedu Waterfall
– Walakiri Beach (Sunset)
Tempat wisata di Sumba Timur jauh-jauh. Di hari ketiga ini, kita cuman dapat 3 tempat. Savana Purukambera tidak terlalu bagus sih menurutku. Hanya tanah lapang dimana terdapat gerombolan kuda. Dari kejauhan keliatan garis pantai/laut. Tapi ini bisa jadi obyek yang bagus di tangan yang tepat.
Savana ini juga searah dengan Tanggedu Waterfall. Lumayan sih effort yang dibutuhkan untuk ke air terjun ini. Jalan kaki sekitar 30menit, bisa juga naik ojek 50rb/pp. Tapi kalo musim hujan tidak direkomendasikan naik ojek karena jalanan licin. Sebagian perjalanan jalan kaki akan melewati jalan setapak beton, sebagiannya lagi jalan tanah yang jenis tanahnya lengket banget. Kami harus beberapa kali menggosokkan sepatu kami di rumput karena udah tebal dengan tanah. Tapi suasana dan pemandangan saat jalan kaki menyenangkan dan menenangkan banget. Kemudian di lanjutkan dengan turun tangga batu menuju air terjun. Turunnya mudah, naiknya yang bakal nyusahin. Kita enjoy saja, kapan lagi ye kan ke Sumba. Pengalaman ini belum tentu terulang minimal dalam 5 tahun. Air terjunnya bertingkat-tingkat. Kita juga sempat naik ke bagian atas dan berendam kaki. Serasa kayak bidadari yang turun mandi. Ahayyy.
Pulang dari situ, kita balik dulu ke hotel sebelum menikmati sunset di Pantai Walakiri. Mandi, shalat dan nyuci sepatu.
Keunikan sunset di Pantai Walakiri adalah foto berlatar pohon mangrove di saat matahari terbenam. Cakepp. Sore itu pantai surut, tampak banyak bintang laut di pasir. Saya coba ngumpulin bintang laut dan menaruhnya di pasir secara berdekatan. Dari sekian banyak bintang laut, hanya satu yang berjuang untuk jalan menjauh, selebihnya mendem, mengkerut masuk ke dalam pasir. Di pinggir pantai juga tersedia tempat duduk untuk menikmati kopi, kelapa muda maupun mie instant.
Day 4
– Tenau Hills (Sunrise)
– Waimarang Waterfall (gak jadi kesana).
Jam 3 subuh kita udah jalan untuk menikmati sunrise di bukit Tenau. Juara pemandangannya. Masya Allah, kubersyukur atas nikmatMu ya Allah. Balik dari situ karena berhitung waktu kami kembali ke hotel persiapan check out. Jam 12 kita sudah ada di Waikabubak mampir swab antigen dan makan bakso. Sempat mampir juga di toko kerajinan kain Sumba beli sedikit pernik-pernik khas Sumba. Jam 3 kita sudah ada di bandara.
Alhamdulillah. End of trip.