3 anak saya gak ada yang lulus ASI ekslusif (sambil tutup muka). Salut deh sama ibu bekerja yang berhasil ngasih Asi ekslusif min 6 bulan apalagi tamat dan sukses menyapih. Kalo ibu tidak bekerja sangat disayangkan kalo tidak bisa ngasih asi ekslusif. Itu lumayan banget untuk mengurangi biaya plus manfaat lainnya. Tapi bisa jadi ada kondisi tertentu yang menyebabkan seorang ibu gak bisa ngasih asi ekslusif meski sebenarnya pengen. Jadi gak usah berdebat panjang mengenai pemberian asi maupun sufor, semua punya alasan masing-masing dan semua juga pada hakekatnya ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Ingin anak-anak tumbuh sehat dengan asupan nutrisi yang baik.
Dari apa yang saya baca, memberikan asi ekslusif harus dengan tekad yang kuat dan percaya diri sendiri. Kalo tekadnya gak kuat seperti saya, jadinya menyerah lalu memberikan susu formula. Apalagi rumah sakit tempat saya bersalin bukannya mendorong untuk Asi tapi langsung juga mendorong memberikan susu formula.
Athaya si kakak, hanya 2 bulan menyusui, itupun dibantu dengan sufor. Yah, saya terlalu cepat menyerah, merasa produksi Asi sedikit, merasa aya gak suka disusui. Udah gitu puting lecet yang menambah alasan untuk berhenti. Nayla si tengah, jauh lebih baik berhasil sampai 8 bulan menyusui, masih dibantu sufor. Selama saya dikantor, anak-anak di kasih sufor. Setelah dirumah full ASI. Jaman itu militansi atau semangat memberikan asi tidak seperti anak-anak generasi milenial sekarang memproduksi asi. Banyak teman di kantor yang semangat 45 untuk pumping ASI secara rutin, mau badai topan kalo waktunya pumping ASI semua aktivitas berhenti dulu. Ada teman yang sampai punya stok ASI se kulkas freezer plus 1 freezer kotak. Pernah suatu waktu, saya pernah menyelamatkan ASI satu tas besar. Saat masih di Manado dan saya mau pulang ke Makassar, teman saya nitip ASI untuk dibawa ke Makassar. Biasanya dia bawa sendiri tiap Sabtu ke Makassar berhubung kulkas ASInya rusak dan sebelum ASInya rusak hari itu dibawalah ke Makassar untuk diselamatkan. Ada juga teman mau dimanapun berada, pompa asinya selalu ditenteng. Jika waktunya pumping, mau di mobil yang penuh dengan muatan penumpang cewek maupun cowok, pumping tetap jalan. Cuek saja dia. Mana bunyi mesin pompanya aneh dan berisik. Hihihi. Saya juga pernah bareng dengan dia traveling ke Waerebo, tetap mompa secara konsisten meski asinya harus di buang. Agar produksi ASinya tidak berkurang saat pulang nanti. Salut. Saking semangatnya mengASIhi.
Ghazy si bungsu lahir dengan usia berbeda 12 tahun dengan kakaknya. Begitu lahir harapan saya adalah bisa memberikan asi ekslusif full 6 bulan. Pengen meniru cara dan semangat teman-teman diatas tadi. Tapi saya bukan tipe orang yang biar hujan badai terjadi atau apapun yang terjadi saya akan pumping. Sering terjadi, saat lagi pumping tiba-tiba dipanggil rapat atau diajak keluar untuk urusan kerjaan. Atau pas lagi pompa diruangan, bos datang mau ngobrol. Kalo kondisi kayak gitu, urusan pumping segera dikesampingkan. Saya gak bisa mendahulukan urusan pumping kalo ada urusan kerjaan. Saya juga gak bisa pumping diatas mobil. Karena ketidak konsistenan itu maka produksi ASI saya gak banyak. Stock ASI hanya bertahan sampai 4 bulan. Selebihnya Ghazy minum sufor saat saya di kantor dan minum ASI full saat saya sudah di rumah. Cuman alhamdulillah saya mengASIhi sampai sekitar 2 tahun 6 bulan. Sempat merasakan tantangan gimana menyapih si bocil ini. Prosesnya kurang lebih 8 bulan, agak lama karena saya sendiri belum tega untuk menyapih. Tapi tiap hari mulai disounding soal berhenti untuk ASI dan makin gencar menjelang hari H. Supaya bisa smooth, saya perbolehkan dia untuk memegang PD atau grepe-grepe. Sampai akhirnya benar-benar berhenti. Alhamdulillah gak ada drama, tapi timbul masalah baru sampai sekarang Ghazy yang menjelang 5 tahun ini masih belum berhenti juga untuk grepe-grepenya. Hadeuh. Hahaha.
Noted: ini bagian dari bersih-bersih draft tulisan. Judul ini sudah ada 7 tahun lalu, mau dihapus sayang juga.