Tentang Rinjani

Rinjani indah sekali.

Meski diawal banyak diselimuti keragu-keraguan secara ini pertama kalinya mendaki gunung dan usia juga udah di kepala 4 (koreksi: I’m 22 years old with 18 years experience). Sanggupkah jalan lebih dari 7jam, sanggupkah gak mandi berhari-hari, sanggupkah nginap di tenda 4 malam, sanggupkah menahan dinginnya gunung secara saya sedikit alergi dingin? Sejumlah pertanyaan di kepala. Tapi gak dicoba ya gak tau rasanya. Dan kapan lagi ke Rinjani kalo bukan sekarang. Mumpung ada teman yang ngajakin dan mumpung masih kuat.

Meeting pointnya di masjid bandara Lombok. Jam 3 sore setelah peserta berkumpul semuanya, kami mulai berangkat ke desa Sembalun Lawang. Sempat mampir sebentar untuk makan sore di Nasi Balap Puyung Inaq Esun dan ke supermarket membeli keperluan logistik untuk masing-masing grup. 1 grup terdiri dari 4 orang untuk berbagi tenda, makanan dan saling menjaga. Jam 9malam kami mulai jalan ke pos 2. Disana kami akan menginap, gak lama jalannya cuman sekitar 2 jam. Keesokan harinya, mulai dari jam 9 pagi kami jalan nonstop sampai jam 5 sore tiba di Plawangan Sembalun. Paling berhenti untuk istirahat sejenak, mengatur nafas dan makan. Setelah itu, diberikan kesempatan untuk istirahat tidur di tenda sebelum proses muncak jam 2 pagi. Gak semua peserta ikut, Ryan memilih gak ikut, nyadar diri katanya. Medan untuk ke puncak lumayan berat. Berpasir, sehingga untuk melangkahkan kaki pun terasa berat. Bentar-bentar saya berhenti untuk mengatur nafas lagi. Jujur saja saya hampir putus asa dan sudah gak punya energi. Matahari udah mulai ngintip. Normalnya menikmati sunrise saat di puncak gunung.  Pada saat udah mau berhenti, alhamdulillah ada panitia yang menyemangati dan menawarkan bantuan. Ditarik pake tali (webbing ya istilahnya), ujung tali yang satu saya pegang, dan ujung yang lain ada sama panitia tersebut. Setidaknya bikin saya bangkit kembali. Kuat juga tuh orang menarik, padahal badannya kecil. Maafkan saya lupa namanya, but thank you. Setelah setengah jam akhirnya sampai di puncak. Alhamdulillah. This is the best ever moment in my life.

Pendaki yang udah biasa, turun sambil berlari. Gilaa, saya gak berani seperti itu. Pas turun, saya dibantu sama panitia lain. Supaya cepat sampai ke bawah, saya berpegangan sama backpacknya dan mengikuti irama dan gerakan turunnya. Beberapa kali saya terpeleset dan jatuh, kadang-kadang juga sengaja melepaskan diri untuk istirahat sejenak. Nyampe di tenda kembali udah jam 10 pagi, dan diberitahu abis makan siang, lanjut turun ke Danau Segara Anak. OMG, belum istirahat udah jalan lagi. Tapi ngeluhnya hanya sama diri sendiri saja, diluar harus keliatan kuat dong. Hehehe. Di jalan ketemu sama pendaki gunung lain dan diberi tips, kalau istirahat sebaiknya jangan sambil duduk. Biar badan gak semakin berat untuk mulai jalan lagi. Lebih baik jalan pelan saja supaya bisa mengatur nafas.

Sampai di danau sekitar jam 5 sore. Beberapa peserta berendam di kolam air panas yang ada didekat danau. Danaunya sendiri gak recommended untuk berenang. Saya langsung tidur saja. Oka, teman satu grup kami, cedera kaki saat muncak namun tetap turun ke danau. Rencananya kami akan pulang lewat Senaru, jadi bukan arah yang sama dengan kami pergi. Namun di hari terakhir, Jigol si Ketua Panitia memutuskan kembali lewat Plawangan Senaru karena satu dan lain hal.

Perjalanan hari terakhir yang paling melelahkan. Bayangin saja, jalannya itu mulai dari 9pagi sampai jam 11 malam. Tiba di pos, ada tawaran untuk naik ojek dengan motor trail. Awalnya banyak yang mau tapi ojeknya lama sekali datang sementara udah gelap. Saya ogah naik ojek dalam kondisi gelap gulita dengan medan jalan gunung. Riskan. Mending jalan, biar udah lelah banget. Waktu ketibaan saya termasuk medium. Gak tiba paling cepat tapi juga bukan yang tiba paling akhir. Yang saya kuatirkan Ryan, sanggup gak dia. Secara dia ibu rumah tangga banget dan nyaris gak pernah jalan yang medannya susah.  Ada sedikit penyesalan, gimana kalo terjadi sesuatu sama dia.  Alhamdulillah Ryan tiba juga jam 2pagi bersama porternya yang emang dia request khusus gak boleh ninggalin dia. Salut sama Ryan, dia tabah banget dan berusaha menyelesaikan perjalanannya. Kami langsung diantar menuju bandara, karena penerbangan kami pagi hari.

Tentang pup, pipis, & mandi

Untuk pertamakalinya saya berhari-hari gak mandi. Mandi terakhir kali tanggal 1 pagi, baru mandi kembali tanggal 5 subuh di bandara Lombok Praya. Gak ada shower room khusus disana, jadi mandinya di restroom. Belum nampak petugas cleaning servicenya karena masih subuh, kesempatan nih buat mandi. Niatnya kalaupun ketahuan, ngasih tip saja. Hihihi. Ada kesempatan buat mandi pada saat nge-camp di Danau Segara Anak, ada kolam air panas dekat danau yang bisa dimanfaatkan untuk berendam. Jaraknya sekitar 5 menit jalan kaki kata si porter. 5 menit itu bisa jadi 20 menit versi kita. Saya memilih tidak mandi disitu mending menghemat energy untuk dipakai jalan kembali ke Sembalun. Tissue basah jadi kawan akrab selama disana. Tiap pagi nyeka badan pake tissue basah, sikat gigi, ganti pakaian dalam dan luar setiap hari lumayan buat mengurangi bau-bauan.  Alhamdulillah, gak mandi 4 hari bukan masalah besar, masih tetap dandan cantik juga kok di gunung. Hihihi. Panitia open trip seharusnya menyiapkan tempat khusus untuk pipis dan pup. Bule-bule yang ke Rinjani menggunakan jasa travel, travelnya menyediakan wc portable seukuran 1x1m, trus dibuatkan lobang. Jadinya kami ‘terpaksa’ bebas dimana saja untuk buang hajat. Nyari semak, celingak-celinguk lalu jongkok, hahaha. Supaya gak terlalu sering nyari semak, makan n minum dibatasin. Banyak minum saat jalan saja, pembuangannya melalui keringat. Kalau sudah di tenda, saya memilih langsung tidur. Mungkin pengaruh capeknya pake banget, selera makan saya malah menghilang disana. Saya nyaris gak pernah makan malam disana. Cukup banyak snack yang saya bawa malah menganggur. Coklat yang biasanya jadi teman baik saya cuman saya liatin. Hehehe. Bagus juga sih, banyak jalan sedikit makan. Bisa mendukung program ‘weight loss’ yang gak kelar-kelar. Hehehe. Enaknya nyewa porter, selain bawa barang-barang kita, untuk urusan ambil air bersih dan masak-masak jadi tugasnya si porter. Begitu tiba di lokasi, mereka langsung pergi ke mata air dan masak-masak. Jadi untuk urusan buang hajat, saya tetap pakai air. Ogah cuman pake tissue basah n tissue kering. Di luar negeri pun yang toiletnya tipe toilet kering, saya tetap nyiapin botol kecil buat ngambil air di wastafel. Hehehe. Pulang dari Rinjani, langsung minta dipanggilin mbak lulur pijet. Kebanyakan jalan bikin betis jadi bengkak dan kaku.

Makan-makan di gunung

Saya takjub ngeliat daftar belanjaan untuk logistic grup. Sebelum berangkat ke Sembalun, kami mampir untuk membeli keperluan logistic. Kornet, sosis, bakso, telur, ikan kaleng, nugget, sayuran, spaghetti plus sausnya, jelly, buah, dan lain-lain. Cukup mewah. Saya pikir makanan anak gunung paling-paling indomie dan ikan kaleng. Ori, teman 1 grup sudah menyiapkan wadah telur dari plastic. Katanya bisa disewa ditempat penyewaan alat-alat pendakian. Saya ngikut sajalah sama yang sudah pengalaman. Logistic kami harus cukup buat makan 6 orang selama 4 hari, 4orang anggota tim E dan 2 private porternya saya n Ryan. Kami sharing biaya logistik kurang lebih 100rb/orang. Porternya ahli sekali dalam mengolah bahan makanan yang ada. Mantap deh.

Porter

Tadinya saya gak mau pake porter, pengen mencoba mendaki dengan carrier sendiri biar jadi pendaki gunung beneran. Ryan sedari awal udah mesan porter sama panitia, katanya ada masalah dengan punggung jadi gak bisa lama-lama gendong carrier. Namun setelah dipikir-pikir mending saya fokus untuk bisa sampai ke puncak Rinjani saja dari pada memaksakan diri sambil bawa carrier. Udah 3 tahun gantung ransel, udah gak sanggup gendong ransel 10kg. Efek nyeri akibat gendong ransel bisa sampai semingguan baru mereda. 3 tahun terakhir ini saya pake koper 20inch. Dengan pake porter, saya bisa jalan-jalan ‘cantik’, mendaki dan turunan jadi lebih mudah. Selain itu gak perlu turun tangan untuk masak-masak dan ambil air di mata air. Air minum cukup bawa sebotol pada saat jalan, kalo habis bisa minta lagi di porter.Sewa porter via panitia 800ribu selama 4 hari + 3 bungkus rokok + tip di akhir jalan.

Tentang outfit

Gak disarankan pakai jeans karena berat dan tidak mudah kering. Mendaki merupakan salah satu kegiatan olahraga jadinya disarankan untuk menggunakan pakaian olahraga yang berbahan polyester. Gak disarankan juga untuk memakai pakaian dari katun. Jadilah saya hunting outfit. Lumayan besar juga pengeluaran buat beli outfit untuk mendaki ini, mulai dari sepatu khusus hiking, baju/celana yang konsepnya play dry, jaket gunung wind proof/waterproof/dust proof, headlamp, sarung tangan.

 

Advertisement

3 thoughts on “Tentang Rinjani

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s