Kota Banjarmasin dikenal sebagai kota seribu sungai.
Jalan-jalanlah ke pasar terapung Lok Baintan dan lihatlah aktivitas Mandi Cuci Kakus (MCK) warga yang hidup di pinggir sungai. Mereka dengan santainya buang hajat di jamban apung lalu mandi di dekatnya dan bahkan menggosok gigi dengan air sungai tersebut. Kebiasaan (budaya) masyarakat Buang Air Besar Sembarangan (BABS) membuat sungai ini tercemar berat kotoran manusia.
Faktanya, jamban apung sudah mencapai sekitar 2800 jamban jika dihitung dari tengah Kota Martapura hingga ke Desa Lok Baintan. Jika satu jamban setiap harinya dipakai buang air besar 10 hingga 15 penduduk maka kawasan itu tercemar antara 10 hingga 14 ton tinja manusia. Bisa dibayangkan begitu tingginya pencemaran bakteri E-coli di kawasan ini sudah tercatat 16000PPM, padahal batas baku mutunya 30 PPM.
Tapi memang gak hanya di Banjarmasin. Permasalahan BABS Di daerah lain seperti survei yang dilakukan Urban Water and Sanitation Health (IUWASH), sebuah lembaga dari Amerika Serikat yang bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang bahwa 80% masyarakat Tangerang lebih memilih punya televisi dibanding jamban.
Ada 2 pasar terapung di Banjarmasin. Kami memilih ke Lok Baintan yang kata mbah google jauh lebih ramai dibanding pasar Terapung Muara Kuin. Informasi yang kami dapat rupanya kurang lengkap, ternyata pasar Terapung Muara Kuin lah yang menjadi tempat shooting icon RCTI dan menjadi tempat yang dikunjungi SBY sekitar 3 bulan lalu. Amel pun sebenarnya merekomendasi Muara Kuin karena jualannya lebih bervariasi, banyak makanan, jaraknya lebih dekat sehingga nyewa perahu lebih murah 50ribuan dibanding ke Lok Baintan.
Kami menyewa perahu ke Lok Baintandengan harga 300rb pp dengan lama perjalanan ke sana kurang lebih 45 menit. Perahunya cukup luas, bisa di isi kurang lebih 10 orang dengan cukup nyaman. Bersamaan dengan kami, banyak jukung (perahu kecil) yang berangkat menuju Lok Baintan untuk berjualan. Kebanyakan yang dijual adalah buah-buahan seperti rambutan, kecapi, sirsak, jambu biji, pisang. Ada juga yang menjual kue-kue basah dan kue pukis yang dimasak di perahu.
Kami membeli jambu biji, rambutan, kecapi dan kue basah. Sekedarnya saja, biar kami tidak hanya melihat-lihat saja. Makan kecapi sambil bernostalgia, dulu waktu SD tinggal di Jakarta, kalo mau pergi ngaji melewati hutan pohon kecapi, dengan teman-teman selalu berebutan buah ini kalo ada yang jatuh.
ini fitnah besar namanya. kalo yg banyak jamban itu kota
Martapura bukan kota Banjarmasin. kota martapura ini adalah kabupaten Banjar, bukan bagian dr kota Banjarmasin. di banjarmasin udah gak ada
jamban lg. jamban mulai muncul sejak banyaknya trasnmigran
dr jawa yg pindah kesana pd awal 70an
terimakasih pak evri atas masukan/info dan koreksinya. Judulnya saya koreksi. Saya naik perahu ke Lok Baintan mulai dari warung soto bawah jembatan (masih kota Banjarmasin) yang saya lihat jamban apung di sepanjang perjalanan ke Lok Baintan, (saya sebagai pengunjung tidak mengetahui persis batas kota Banjarmasin dengan kab Banjar). sebagian informasi mengenai jamban apung sy dapatkan http://hasanzainuddin.wordpress.com/2013/03/23/jamban-komunal-solusi-pencemaran-tinja-sungai-martapura/