BERMAIN PARALAYANG

IMG_94955199890141

Bermain paralayang dan snorkling adalah 2 kegiatan yang mengisi long wiken 2-5 Juni kemarin. Gak jauh-jauh dari Palu, coz harus sadar diri, tiket pesawat dan kapal gak terjangkau sama budget, ingin mendarat ke Toraja 20jam atau ke Bada Valley, Tentena rasanya gak mampu. Eneg setelah long wiken mendadak bulan Mei lalu ke Manado lewat darat.

Tetap ngomel-ngomel gak berguna pada Pemerintah yang seenaknya mendadak menetapkan cuti bersama, seandainya tahun lalu saat cuti bersama tahun 2011 diumumkan juga cuti yang mei n juni ini, entah berada dimana saya pada mei dan juni itu. Huhuhu. Tapi potong cuti bersama tahun ini gak masalah buatku. Masih banyak stok cuti karena tahun ini jatuhlah jatah cuti besarku yang 45 hari banyaknya.

Snorkling-nya di Tanjung Karang, Donggala 30 menit dari Palu. Waktu yang tepat untuk snorkling disini jam 11-14 siang. Waktu yang sangat tepat untuk mengeksotiskan kulit. Tapi apa boleh buat, jam segitu, airnya sudah surut dan tenang, bikin pemandangan dalam laut jernih banget. Lewat jam 14 sudah pasang lagi.

Selain snorkling, bisa juga naik perahu glass bottom, hanya 50rb/perahu keliling-keliling tanjung Karang. Dibanding waktu naik perahu glass bottom dari Gili Trawangan keliling-keliling katanya mau dikasih mampir di Gili Meno n Gili Air tapi ternyata gak mampir, bayarnya 50rb/org. Huhu. Dan menurutku lebih cantik isi laut Tanjung Karang dari glass bottom. Snorklingnya belum bisa sy bandingin, maklum pengalaman snorkling masih sedikit, belum banyak tahu tempat yang bagus. Tapi di Phuket lalu, saat di beri kesempatan untuk turun snorkling tengah laut dalam tur Phi-phi, rasanya cantik-an di Tanjung Karang. Banyak bulu babinya di karang-karang di Phuket itu, bikin il-fil dan harus hati-hati banget.

Bermain paralayang di fasilitasi oleh Maleo Paralayang Club. Karena harga teman, diberi harga Rp 150rb/orang. Tempat mainnya dari Matantimali di ketinggian 800m, 15 km dari Palu dan mobil bisa naik sampai sana.

Bermain paralayang lepas landas dari lereng bukit atau gunung dan sangat ditentukan sekali oleh cuaca dan angin. Makanya kami diwanti-wanti untuk berangkat pagi-pagi. Di Palu, katanya baru ada 3 pilot tandem berlisensi dan 2 diantaranya menandemi kami, Pak Mimi n Pak Aco

IMG_94968234171939

view of palu bay from matantimali highland

Kesempatan pertama, Tika yang terbang duluan, agak keder juga sih melihat dia baru berhasil terbang pada usaha yang ketiga, udah berlari-lari menuju tebing, arah angin tiba-tiba berubah dan parasutnya kembali jatuh ke tanah.

Saya dipasangi alat untuk mengetahui ketinggian pada saat terbang nanti, kemudian Pak Mimi yang menjadi pilot tandem saya, juga membawa HT untuk berkomunikasi dengan rekan yang menginformasikan arah angin pada saat akan mendarat nanti. Setelah siap, parasut sudah terangkat, kami segera berlari-lari menuju tebing dan terbang. Wow, subhanallah, senangnya merasakan terbang seperti burung dan melayang-layang di udara, menikmati desiran angin. Sy sempat berfoto-foto pada saat terbang tapi pake kameranya Pak Mimi, moto kakiku yang sedang melayang-melayang, moto parasutku.

Kata Pak Mimi, kalo terbang sendiri, rata-rata atlet paralayang terbang dengan memanfaatkan angin akibat thermal/peningkatan suhu udara yang diperoleh dari atap rumah yang sebagian besar beratap seng dan secara Palu suhu udaranya sudah cukup panas karena berada di daerah Khatulistiwa.

paralayang

Sehingga penerbang dapat terbang sangat tinggi dan mencapai jarak yang jauh.

Hal itu pulalah yang menyebabkan kami terbang sebentar naik kemudian turun dan kembali naik. Untuk mendarat kami harus mutar-mutar dulu mencari angin baik. Sy merasa sedikit mual di udara.

Sayang banget, mendaratnya kasar sekali. Angin berubah dan tiba-tiba menjatuhkan parasut kami kedepan membuat kami harus mendarat sebelum waktunya. Harusnya masih berputar. Kondisi ini menyebabkan kaki kiriku keseleo dan muntah. Haduhhhhh.

Setelah saya, masih ada Kiki yang terbang, mendaratnya entah dimana, bukan di lapangan tempat kami mendarat. Tika dan Kiki mendaratnya mulus, safe n sound. Karena cuaca sudah gak bagus buat terbang, 3 teman yang lainnya akan mencoba terbang keesokan harinya.

I wasn’t lucky for paragliding, but at least I knew the sensation.

Sampai saat posting tulisan inipun, kakiku belum normal. Sudah diurut 2x dan sekali ke dokter. Rasa nyeri sudah hilang, tapi bengkaknya gak hilang-hilang. Iya karena sy gak pernah benar-benar istirahat, masih ke kantor, masih harus masak buat orang rumah, masih harus ngurusin anak-anak.

Kapok??? Hmmm…speechless