Tbilisi the City that loves you

tbilisi

Itu kata-kata yang pertama menyambut kami di Tbilisi Airport. Meski jujur, saya belum punya banyak gambaran tentang Tbilisi ibukota negara Georgia. Saya hanya ingin kesini karena postingan di grup fb Backpacker Dunia tentang Georgia yang berada paling dekat dengan Turki dan ini negara yang belum dikunjungi. Paling tidak dalam trip ini saya dapat tambahan 1 negara baru yang dikunjungi dalam trip kali ini. Saya hanya melakukan simulasi rute tanpa terlalu banyak tau apa yang akan diliat disana. Yang saya tau orang banyak kesini selain ke Tbilisi, alternatifnya ke Botumi (kota terbesar kedua di Gerogia) dan Kazbegi (kota kecil yang terkenal dengan pemandangan di sekitar Trinity Church).

Ada thread di grup fb yang menyatakan bisa ke Georgia via darat tapi banyak juga yang mengatakan untuk bisa ke Georgia wajib masuk menggunakan transportasi udara. Saya memilih lewat jalur yang aman saja yaitu lewat udara.

Sebenarnya tuh ke Georgia gak lengkap kalo gak ke Armenia dan Azerbaijan, karena jaraknya yang berdekatan. Namun pasca pandemi, border darat  Azerbaijan dari Georgia masih belum dibuka, katanya baru dibuka bulan Mei 2023 sementara kita kesananya bulan April. Kami juga jalan dalam bulan puasa yang membuat kami menghemat energi sehingga agak mager ke Yerevan, ibukota Armenia. Trus saya search sekilas tentang Armenia, hotel disana tidak banyak dan penampakannya agak jadul, yang dilihat disana juga gak banyak kebanyakan yang menarik bangunan gereja. Dari Tbilisi ke Yerevan sekitar 5 jam naik travel. Visa Armenia juga jenisnya Visa On Arrival bayar IDR90,000.

Jadi gimana nanti saat tiba disana. Saya spare 2 malam di Tbilisi dan waktu berangkat kesana tiket pulang Tbilisi-Istanbul belum terbeli dengan harapan jika memungkinkan kami lanjut ke Armenia.

Kami mengajukan visa Georgia secara online, form yang diisi cukup ringkas dan lanjut bayar biaya sebesar 20usd/orang. Prosesnya 5 hari kerja, jadi gak bisa dadakan. Dan alhamdulillah visanya tepat waktu terkirim ke email.

Tiket termurah Istanbul-Tbilisi adalah Pegasus Airline dengan harga IDR1,150,000/orang. Di pesawat, kami ketemu 3 orang Indonesia beserta anak bayi. Ternyata mereka juga sama, akan jalan jalan di Georgia selama 3 hari. Dari mereka, saya dapat rekomendasi untuk paket tour ke KAzbegi, mereka belinya di booking.com dengan harga sekitar 400ribuan/orang. Cukup murah karena cukup jauh dan tournya seharian.

Tiba di Tbilisi dan memasuki pemeriksaan imigrasi Georgia, kami diarahkan untuk bertemu supervisornya. Ditanyain macam-macam, mau kemana, berapa hari, bawa duit berapa. Kami bilang kami belum tukar duit, modal duit asing kami cuma 125SAR dan 800TL. Trus ditanya lagi berapa duit yang ada di rekening, kami bilang kami butuh internet untuk mengakses m-banking. Interviewnya terjeda sama petugas lain, dan akhirnya supervisor itu mengembalikan paspor kami. Kalo grup indonesia yang lain juga sama diinterview sampai mereka harus memperlihatkan semua duit tunai mereka.

Koneksi internet  mengandalkan free wifi di airport. Harus beli sim card khusus Georgia. Saya masih bertahan gak beli. Kami menarik duit Georgian Lari (GEL) melalui ATM di bandara secukupnya. Soalnya persiapan untuk bayar bus menuju kota. Ternyata bisa bayar pake kartu, dan hanya 1 GEL atau IDR 6000. Semurah itu padahal ke kota kurang lebih sekitar 30 menit. Saya cuma tap kartu kredit 2x untuk bayar bus untuk 2 orang.

Kusam, kesan pertama saya melihat pemandangan dari dalam bus. Sepanjang jalan banyak apartment titak terawat dengan jemuran pakaian berada di balkon. Tapi pemandangan berubah saat memasuki kota, tertata rapi dan kekinian.

Agak tricky juga menemukan penginapan kita tanpa koneksi internet. Sebenarnya mudah banget jika ada internet, jaraknya juga hanya 200m dari Freedom Monument. Saya search secara teliti tapi jujur saya belum ngerti pakai map offline hehe. Jadi cuma bisa screen capture saja info yang saya dapat. Tempat turunnya sudah benar di depan Freedom Monument, trus arah ke penginapan juga patokannya sudah benar, hanya saja mencari jalan dimana penginapan Apha Tbilisi masih salah. Untung kami bertemu dengan bapak bule dan langsung ngantarin kami ke penginapan tersebut. Duh makasih pak sudah repot padahal ada kali 100m jaraknya rumah bapak itu dengan Alpha Tbilisi.

Kami sudah diberikan kode pintu untuk bisa masuk penginapan. Penginapannya kecil saja, terdiri dari 3 kamar, 1 kamar mandi (share bathroom) dan ruangan dapur. Ini sebenarnya rumah yang dijadikan penginapan dan sekitarnya ada 2-3 rumah penduduk. Lingkungannya aman dan sangat strategis. Penginapannya bersih banget. Taruh koper, saya lalu berjalan sendirian keluar dengan tujuan untuk membeli sim card dan belanja bahan makanan. Banyak minimarket di pinggir jalan dan juga sebenarnya banyak resto makanan khas Georgia di kiri kanan penginapan. Toko Sim Card sudah tutup menjelang maghrib jadi cuma ke minimarket saja. Tadinya mau beli telur saja tapi ternyata di bagian frozen nemu daging ayam halal. Ya udah sekalian beli plus beberapa sayuran. Biar bisa sahur dengan proper. Sambil masak-masak saya menyempatkan diri booking tour ke Kazbegi untuk besok, masih bisa beli dan fast response juga travelnya. Dia ngirim lokasi meeting pointnya di jam 9. Alhamdulillah.

Ayam itu saya cuma masak dengan garam dan merica, di dapur adanya itu plus minyak goreng. Dan saya bagi untuk 3 porsi, untuk 2x sahur dan 1x bukapuasa besok. Buka puasa hari ini cukup makan telur orak arik, sup telur dan kentang goreng. Ayamnya ada yang saya goreng biasa, trus ada yang saya goreng lalu celup ditelur lalu digoreng lagi, dan bagian dadanya saya suwir-suwir saja trus ditumis ditambah wortel dan kentang. Hemat dan rasa Indonesia, hehe. Orang Turki yang kami ketemu di saat trip Kazbegi dan mereka pernah ke Indonesia, bilang makanan khas Georgia sangat hambar, kalian pasti gak cocok. Dalam hati saya, masakan turki juga rasanya agak plain, gimana dengan masakan Georgia ya.

Jalan menuju meeting point tour sekitar 1km meski tanpa internet, alhamdulillah lancar dan gak nyasar. Mobilnya Hiace dan penuh kurang lebih sekitar 14 orang. Orang Indonesia yang kami temui kemarin gak nampak, tapi sempat ketemuan di tempat wisata nantinya. Ada satu pemandu tur yang bercerita tentang Georgia termasuk sekilas hubungannya dengan Russia, hubungannya dengan para negara tetangga yaitu Armenia, Turki dan Azerbaijan. Salah satu yang menarik diceritakan adalah meski mereka bekas pecahan Uni Sovyet, tapi mereka tidak bisa leluasa ke Rusia, mereka harus mengajukan visa padahal Kazbegi berjarak kurang dari 11 km dari perbatasan Rusia. Georgia lebih banyak melakukan kerjasama ekonomi dengan Turki dan Azerbaijan. Orang Turki yang mau ke Georgia gak perlu pakai paspor, cukup menunjukkan KTP Turki saja.

Kazbegi dulunya bernama Stepantsminda selama Kekaisaran Rusia untuk menghormati Saint Stephen, tetapi kemudian diganti namanya Kazbegi berdasarkan nama seorang penyair Alexander Kazbegi. Namun sekarang telah diputuskan untuk mengubah Kazbegi kembali ke nama aslinya Stepantsminda.

Georgian Military Road adalah jalan menuju pegunungan. Merupakan jalan utama dari Georgia menuju Rusia yang dibangun untuk mobilitas tentara Rusia. Pemandangan kiri kanan jalan sangat indah. Tempat stop pertama adalah Zhinvali Reservoir atau waduk Zhinvali. Kami berfoto sebentar kemudian melanjutkan perjalanan ke Ananuri Fortress. Ini merupakan benteng di tepi waduk yang memiliki 2 gereja di dalamnya yaitu Church of Assumption dan Church of Virgin. Kami berjalan sendiri saja, cukup yang lain yang mengikuti si guide. Ada satu fenomena yang ditunjukkan oleh si guide pada saat mampir di Sungai Aragvi yaitu pertemuan 2 sungai White Aragvi dan Black Aragvi terdapat warna yang kontras dan tidak bercampur satu sama lain. Sehingga dalam aliran sungai terdapat 2 warna air yang berbeda, satu bening putih dan satunya berwarna kehitaman.

tbilisi2

Kemudian mampir makan siang sekaligus menyicip wine yang katanya terenak dan murah. Kami sih karena berpuasa memilih tinggal dalam mobil, karena gak enak juga duduk duduk di tempat makan tapi gak makan.

Perjalanan pun dilanjutkan kembali dan sudah memasuki kawasan pegunungan yang masih diselimuti salju. Salah satu gunung yang tertinggi di Eropa ada disini yaitu Gunung Kazbek. Tidak menyangka akan ketemu salju padahal sudah bulan April, dan makin menuju puncak semakin tebal.

Mobil berhenti di penjual madu, penjual madu mendemonstrasikan bagaimana menilai keaslian madu dan menerangkan berbagai macam madu yang dijual sekaligus mempersilahkan untuk mencoba rasanya. Tapi sepertinya tidak ada yang beli. Kami tidak terlalu tertarik dengan promosi madu tersebut, lebih tertarik berfoto dengan latar belakang rumah penjual madu.

Sedang ada pembangunan jalan alternatif dan terowongan yang akan menghemat waktu untuk menuju ke Kazbegi. Kita juga melewati Gudauri ski resort dan Russian Georgian Friendship Monument (RGFM) tapi nanti setelah dari Gergeti Trinity Church baru mampir di RGFM.

Kami sampai di tempat parkir untuk menuju Gergeti Trinity Church. Untuk menuju kesana, kami harus berganti mobil ke mobil lokal dan membayar biaya tambahan sebesar 20GEL/orang. Biaya ini memang sudah diinfokan diawal bahwa tidak termasuk biaya trip. Sebenarnya sih kalo diliat jalanannya dengan mobil Hiace bisa mencapai gereja tersebut, tapi yah itu kebijakan warga setempat. 1 mobil diisi 5-6 orang.

Landmark Kazbegi adalah gereja ini merupakan biara kuno yang berdiri di kaki gunung Kazbek, biara dengan lokasi paling epik karena berlatar belakang gunung bersalju. Cakep banget. Kita dikasih waktu sekitar 30menit untuk berada disini.

Salju turun saat kami mampir di Russian Georgian Friendship Monument, sebenarnya gak tahan dengan dinginnya tapi kami menguatkan diri untuk kesana berfoto plus doping antangin biar agak hangat. Sayang untuk dilewatkan. Jalan diatas salju juga extra hati-hati karena licin.

IMG-20230406-WA0193

Setelah itu kami langsung pulang tanpa mampir-mampir lagi. Kami berbuka puasa saat masih perjalanan pulang. Saya juga memutuskan untuk beli tiket pesawat balik ke Istanbul, malas melipir lagi ke Armenia.

Keesokan harinya, sejak pagi kami keluar mengexplore kota Tbilisi dengan berjalan kaki dan mengandalkan peta seadanya tanpa google map.Udah nanggung untuk beli paket data dan sim card Georgia karena hari ini kami checkout dan akan terbang kembali ke Istanbul. Dimulai dari berjalan kearah gedung parlemen Georgia dan didepannya ada National Museum of Georgia, lanjut ke Dedaena park di tepi sungai Kura. Disini kami sebenarnya mencari the Clock Tower, tapi kami disorientasi arah. Jadi lanjut ke Bridge of Peace dan Rike Park. Di Rike Park ini tempat untuk naik cable car ke Narikala Fortress. Cuma kita datangnya kepagian, belum jam 10pagi. Sehingga kami duduk-duduk saja di Rike Park menikmati taman yang desainnya modern dengan beberapa bangunan futuristik. Ada juga bunga sakura loh lagi bermekaran. Disini kami bertemu kembali dengan orang Indonesia yang kami temui di pesawat dan ternyata kami akan sepesawat kembali ke Istanbul.

Naik Cable car hanya 5 GEL/orang menuju Narikala Fortress, reruntuhan benteng berdiri di sebuah bukit kecil yang menghadap ke Botanical Garden of Georgia. Disini juga ada Monument Mom of Georgia. Pemandangan kota Georgia dapat terlihat jelas dari sini.

Saya juga menghabiskan duit yang tersisa untuk beberapa souvenir kecil. Kemudian ke bandara dengan naik bus. Pada saat check in, kami diminta menyatukan semua barang bawaan termasuk tas tangan ke dalam 1 koper. Kebijakan Pegasus Airlines adalah hanya boleh 1 bagasi kabin tanpa batasan berat. Tas tangan harus sudah tergabung dalam bagasi kabin tersebut. Jadilah kami mengatur barang bawaan dan memaksanya masuk kedalam koper.  Hehe demi menghemat bagasi.

Meski cuma 2 malam, saya ter-love love sama Tbilisi.

4 thoughts on “Tbilisi the City that loves you

  1. hallo mba, aku lagi ada rencana ke georgia, dan mau bikin evisa, namun pembayaran aku declined, padahal uang di mbanking udh ketarik, ak pakai jenius card, kalau boleh tau kemarin mba pakai card apa ya untuk payment?

Leave a comment